Strategi dan Ragam Metode Muraja’ah al Qur’an

man in white thobe sitting on white floor tiles

Muraja’ah al Qur’an secara umum bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu muraja’ah fardiyah (sendiri) dan  muraja’ah tsuna`iyah (berpasangan). (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 152). Muraja’ah fardiyah adalah seorang penghafal al Qur’an bergantung pada dirinya sendiri untuk menyusun program muraja’ah harian yang sesuai dengan waktu luangnya. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 153). Sedangan muraja’ah tsuna’iyah adalah muraja’ah bersama kelompok orang lain. Hendaknya ia mengutamakan muraja’ah bersama syaikh mutqin yang senantiasa membantunya dalam hal hafalan dan muraja’ah. Jika tidak menemukannya, maka muraja’ah tsunaiyyah bisa dilakukan bersama teman yang ikhlas. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 158)

Nah kali ini kita akan membahas strategi muraja’ah fardiyah (sendiri)

a. Metode muraja’ah 1: Membagi al Qur’an menjadi 6 bagian

Metode ini adalah metode terbaik, yaitu setiap hari muraja’ah sebanyak 5 juz dan dalam waktu 6 hari semua hafalan al Qur’an telah selesai di muraja’ah. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 153). Kata pepatah,

مَنْ وَاظَبَ عَلَى قِرَاءَةِ الْخَمْسِ لَمْ يَنْسَى

Barangsiapa yang senantiasa melakukan qira’ah (muraja’ah) lima hari, ia tidak akan lupa

Metode ini tidak bisa dilakukan segera setelah selesai menghafal al Qur’an secara sempura. Muraja’ah 5 juz perhari sangat sulit dilakukan bagi orang tidak terbiasa dengannya. Karena itu, kemampuan muraja’ah 5 juz perhari ini perlu dilatih dan dibiasakan secara bertahap sejak awal menghafal. 

Contoh 1, jika ada seseorang anak sudah menghafal juz 30, maka ia harus membagi juz 30 menjadi 6 bagian. Jumlah halaman pada juz 30 adalah 23 halaman, sehingga 23 : 6 adalah  3,83 dan dibulatkan menjadi 4. Jadi setiap hari anak tersebut harus muraja’ah minimal sebanyak 4 halaman atau 2 lembar. Kemudian setelah itu, ia mulai menyusun jadwal muraja’ah sebagai berikut:

  1. Ahad: an-Naba’ s/d ‘Abasa (582 s/d 585)
  2. Senin: at-Takwir s/d al-Insyiqaq (586 s/d 589)
  3. Selasa: al-Buruj s/d al-Fajr (590 s/d 593)
  4. Rabu: al-Balad s/d al-’Alaq (594 s/d 597)
  5. Kamis: al-Qadr s/d al-Fiil (598 s/d 601)
  6. Jum’at: Quraisy s/d an-Naas (602 s/d 604)

Anak-anak perlu difahamkan bahwa muraja’ah ini adalah hal terpenting dalam hidup mereka pada hari itu setelah melakukan semua kewajiban islam. Tugas ini tidak boleh terlewat sedikitpun agar merea terbiasa dan menyiapkan kondisi mereka dilevel kemampuan muraja’ah berikutnya.

Cara serupa bisa kita terapkan seiring bertambahnya hafalan anak. Memampuan muraja’ah juga perlu ditingkatkan secara bertahap sejak awal mereka menghafal walau belum selesai 1 juz al Qur’an.

b. Metode muraja’ah 2: Membagi al Qur’an menjadi 7 bagian

Metode ini adalah membagi al Qur’an menjadi 7 bagian dan harus selesai di muraja’ah selama 7 hari serta khatam di hari jum’at. Metode ini banyak digunakan para ulama salaf dan biasa dilakukan di Mauritania sehingga membuat hafalan mereka sangatlah kuat dan sempurna. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 153 s/d 154)

Ibnu Jama’ah (w. 733H) rahimahullah mengatakan, 

‌ وَقِرَاءةُ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أيَّامٍ وَرْدٌ حَسَنٌ وَوَرَدَ فِي الْحَديثِ وَعَمِلَ بِهِ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ ، وَيُقَالُ : مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أيَّامٍ لَمْ يَنْسَهُ

Membaca (muraja’ah) al-Qur’an setiap 7 hari adalah wirid harian yang bagus yang telah shahih dalam hadits dan diamalkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Pepatah mengatakan: Barangsiapa yang membaca al-Qur’an setiap 7 hari, maka ia tidak akan melupakan al-Qur’an.

(Badruddin Ibnu Jama’ah, 1354 H, halaman 22, Maktabah Syamilah)

Contoh penjadwalan muraja’ah jika telah menyelesaikan seluruh hafalan al Qur’an adalah sebagai berikut,

  1. Sabtu: al Baqarah s/d al Maidah (1 s/d 106)
  2. Ahad: at-Maidah s/d Yunus (107 s/d 207)
  3. Senin: Yunus s/d al-Isra’ (208 s/d 281)
  4. Selasa: al Isra’ s/d asy Syu’ara’ (282 s/d 366)
  5. Rabu: asy Syu’ara’ s/d ash Shaffat (367 s/d 445)
  6. Kamis: ash Shaffat s/d Qaf (446 s/d 517)
  7. Jum’at: Qaf sampai akhir (518 s/d 604)

Sebagaimana metode 5 juz perhari, metode ini juga perlu dibiasakan sejak anak pertama kali menghafal al Qur’an sehingga menjadi sebuah wirid terpenting yang harus dilakukan setiap hari.

Metode kemampuan muraja’ah yang bertingkat ini juga efektif agar anak senantiasa berinteraksi dengan al Qur’an serta menanamkan kecintaan pada al Qur’an.

Syaikh DR. Yahya al-Ghautsani mengatakan terkait metode ini,

Saya menasehatkan saudara-saudaraku yang telah mengkhatamkan hafalan al Qur’an untuk bersungguh-sungguh melakukan metode ini dan senantiasa melakukan setelah mereka mengkhatamkannya minimal 6 bulan. Jika mereka melakukannya maka mereka akan mencapai derajad hafalan yang sangat kuat. 

(Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 154)

Mungkin ada yang mengatakan, kalau begitu kita menambah hafalan saja dan tidak perlu muraja’ah diawal menghafal agar cepat selesa. Setelah selesai menambah hafalan maka dimuraja’ah menggunakan metode ini sehingga  hafalan menjadi kuat. 

Saya katakan, cara itu sangat sulit dilakukan dan bahkan tidak mungkin seorang anak mampu melakukan dengan berbagai sebab:

  1. Jika anak selesai menghafal al Qur’an 1 juz, mereka menganggap hafalannya telah kuat. Padahal kenyataannya tidak demikian. Ini membuat seorang anak malas muraja’ah kembali karena merasa sudah selesai menghafal walaupun pada kenyataannya hafalannya sangat lemah karena jarang dimuraja’ah. Lalu bagaimana menurut anda jika sudah sampai 30 juz?
  2. Kemampuan muraja’ah seluruh al Qur’an dalam waktu 7 hari tidak mudah dilakukan. Bahkan sekedar muraja’ah 1 juz perhari tidak mudah dilakukan anak yang tidak terbiasa dengannya. Karena itu membutuhkan pembiasaan dan latihan sedikit demi sedikit kemudian ditingkatkan kemampuannya seiring bertambahnya hafalan. Sebagai permisalan, jika ada orang yang tidak pernah berlari atau bersepeda sama sekali, kemudian kita minta dia berlari dan bersepeda jarak jauh sekali, mampukan mereka?
  3. Kita semua tidak wajib menghafal 30 juzal Qur’an, namun kewajiban kita paling besar adalah menjaga anugerah hafalan al Qur’an yang telah Allah beri kepada kita. Sedangkan hafalan al Qur’an sangat mudah terlepas dan hilang. Jika ada anak hanya suka menambah hafalan tanpa muraja’ah dalam jeda waktu lama, apakah hafalan lamanya akan menetap dengan kuat?

c. Metode muraja’ah 3: Mengkhatamkan muraja’ah al Qur’an dalam 10 hari.

Metode ini mewajibkan pelaksanaan jadwal muraja’ah dalam sehari sebanyak 3 juz al Qur’an ,sehingga dalam waktu 10 hari, keseluruhan al Qur’an selesai dimuraja’ah. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 154)

d. Metode muraja’ah 4: Prinsip khusus dan pengulangan.

Metode ini mewajibkan setiap hari dalam waktu sepekan fokus untuk muraja’ah 3 juz saja. Pada pekan berikutnya fokus pada 3 juz lain selama 7 hari. Dengan cara ini muraja’ah al Qur’an dikhatamkan dalam waktu 10 pekan dan telah dimuraja’ah sebanyak 7 kali. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 154)

e. Metode muraja’ah 5: Gabungan muraja’ah dan 2 kali khatam

Metode ini adalah gabungan metode 3 dan 4. Pada pekan pekan pertama, muraja’ah 2 juz pada setiap hari selama sepekan. Selain melakukan hal ini, perlu membaca 1 juz pada hari pertama, kemudian berlanjut 1 juz lain pada hari berikutnya, yang berarti setiap hari membaca 3 juz al Qur’an (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 155)

Metode khusus yang tidak pernah muraja’ah karena futur: Khatam al Qur’an sekali dalam sebulan

Syaikh Yahya al Ghautsani memberi penekanan pada metode ini dengan berkata: 

Metode ini adalah anda memuroja’ah al Qur’an 1 juz per hari sehingga khatam dalam waktu sebulan. Seorang penghafal al Qur’an tidak pantas melakukan ini secara mutlak. Ini adalah tingkatan para PEMALAS sebagaimana dikatakan oleh sebagian para penghafal al Qur’an. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), hal. 155)

Masyaallah renungkan ucapan beliau ini. Seringkali kita ingin anak kita bertambah hafalannya, namun untuk sekedar muraja’ah 1 juz perhari saja kita tidak sabar untuk melatih mereka dengan baik. Padahal derajad 10 hari khatam muraja’ah ini adalah tingkatan paling akhir bagi seorang penghafal al Qur’an. Jika kita kita ingin anak kita hafizh al Qur’an, pertanyaannya sudahkah anak kita terbiasa memuroja’ah minimal 3 juz perhari dan tidak pernah terlewat sedikitpun?.

Lalu bagaimana jika tidak pernah muraja’ah dan menjadi seakan tidak pernah menghafal sebelumnya?

Jika seorang anak tidak terbiasa muraja’ah maka resiko yang perlu dihadapi anak tersebut adalah melemahnya hafalan sehingga, seakan belum pernah menghafal sebelumnya. Jika ini terjadi maka ia harus mengulangi hafalan dari awal seakan ia belum pernah menghafal al Qur’an sebelumnya.

Syaikh Yahya al Ghautsani mengatakan, 

Metode muraja’ah seperti menghafal baru adalah mengulangi kegiatan menghafal seperti belum pernah menghafal al Qur’an. Khusunya pada akhir-akhir surat dan surat-surat yang diawali dengan haamiim. Karena seiring berlalunya zama membuat manusia lupa sehingga seakan-akan ia belum pernah menghafal sebelumnya. Metode ini sangat baik sekali dan efektif.

Faktor diri memainkan peranan penting pada metode ini. Jika anda ingin menguatkan sebuah seurat maka hendaknya anda menganggap diri anda belum hafal sebelumnya dan memulai hafalan seperti belum pernah hafalan sebelumnya. Dengan metode ini, anda akan merasa mudah dalam menghafal dengan izini Allah. (Yahya al Ghautsani, 1418 H (1998 M), halaman 157)

Allahu Akbar, coba renungkan hal ini. Muraja’ah al Qur’an seperti sebelumnya belum pernah menghafal surat tersebut. Hal ini tidak mudah terutama bagi kita yang sudah mendapat label penghafal al Qur’an. Terlebih lagi diusia anak-anak. Bagi mereka proses menghafal dan muraja’ah sudah sangat berat dan tentunya memulai kembali hafalan seperti belum pernah menghafal sebelumnya sangat berat mereka lakukan.

Sarana bermanfaat untuk muraja’ah fardiyah

(a) Muraja’ah dengan mendengarkan kaset-kaset Qari’ yang diakui bacaannya itqan. 

Caranya mendengarkan ketika dikendaraan, atau sebelum tidur atau saat saat lainnya yang tidak memungkinkan muraja’ah dengan cara normal.

(b) Muraja’ah dengan membaca ketika shalat malam, shalat terawih, shalat nafilah, dan shalat rawatib.

Jadi mari kita kuatkan terlebih dahulu “OTOT-OTOT” dan “KEKUATAN” MURAJA’AH sebelum anak-anak MENERIMA AMANAH HAFALAN AL QUR’AN.

Selesai ditulis oleh Abu Ahmad Ricki al Malanjiy dirumah Ibu (Joyoraharjo IX, nomor 15, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Malang), pada hari Senin, 12 Jumadil Akhir 1445 H, 25 Desember 2023.

Referensi:

(1) al-Ghautsani, DR. Yahya. 1418 H (1998 M), Kaifa Tahfazhul Qur’anal Karim – Qowa’idu Asasiyah wa Thuruqu ‘Amaliyah, Cetakan ke-2, Jeddah, Saudi Arabiya: Dar Nurul Maktabaat

(2) Ibnu Jama’ah, Badruddin Ibnu Abi Ishaq Ibrahim Ibnu Abi al-Fadhl Sa’dullah al Kinaniy (w.733H), 1354 H, Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’alim, Tahqiq Muhammad Hasyim an Nadwi, Beirut, Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah. Melalui Maktabah asy Syamilah

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top