Ruqyah syar’iyyah itu apa ya?

Sahabat KurmaQu dan Akademi alMalanji, sebelum melangkah tuk mendalami tentang ruqyah syar’iyyah, ada baiknya kita mengenal tentang apa yang dimaksud dengan ruqyah syar’iyyah, beserta batasannya. Mengenal hal ini, akan membuat kita memahami dan bisa memilah hal-hal yang termasuk kedalam ruqyah syar’iyyah dan yang bukan termasuk ruqyah syar’iyyah.

Ruqyah secara bahasa

رقَى يَرقي (melakukan ruqyah)، ارْقِ (ruqyahnyal)، رَقْيًا ورُقْيًا (ruqyah)، فهو راقٍ (orang yang meruqyah)، والمفعول مَرقِيّ (orang yang diruqyah). Jika kita mengatakan dalam bahasa arab

(رَقَى الْمَريضَ) maknanya: meminta perlindungan perlindungan kepada Allah, dan membacakan untuknya sesuatu untuk menyembuhkannya. Atau secara makna seperti berkata “dengan nama Allah aku meruqyahmu, dan Allah akan menyembuhkanmu”. [1]

Adalagi yang mendefinisikan ruqyah secara bahasa bermakna (الْعُوذَةُ) atau jampa-jampi. Disebut ruqyah jika ada jampa-jampi dan meniup dengan ludah kecil ketika melakukan jampa jampi. [2]

Ruqyah secara istilah

Ibnul Atsir mendefiniskan ruqyah sebagai berikut,

الرُّقْيَةُ الْعُوذَةُ الَّتِي يُرْقَى بِهَا صَاحِبُ الْآفَةِ ، كَالْْحُمَّى وَالصَّرْعِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مَنِ الآفَاتِ

Ruqyah adalah jampa-jampi yang orang memiliki penyakit diruqyah dengannya. Penyakit itu seperti demam, kesurupan, atau penyakit selain itu. [3]

Ibnu Hajar al Asqalani menjelaskan perbedaan antara ta’awwudz dan ruqyah dengan berkata,

إِنَّ الرُّقَى أَخَصُّ مِنَ التَّعَوُّذِ ، مِنْ حَيْثُ الْمَشْرُوعِيَّةِ ، ذَلِكَ أَنَّ الْخِلاَفَ فِي الرُّقَى مَشْهُورٌ ، وَلَا خِلاَفً فِي مَشْرُوعِيَّةِ الْفَزَعِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَالْاِلْتِجَاءِ إِلَيْهِ فِي كُلِّ مَا وَقَعَ وَمَا يَتَوَقَّعُ

Ruqyah lebih khusus dari ta’awwudz dari sisi disyari’atkannya, karena perbedaan dalam disyariatkannya ruqyah telah dikenal sedangkan tidak ada perbedaan dalam hal disyariatkanya takut kepada Allah dan berlindung kepadaNya dari apa yang telah atau akan terjadi. [4]

Kesimpulan

Dari definisi ini kita mendapatkan beberapa faidah:

  1. Ruqyah pada asalnya adalah pembacaan sesuatu atau jampa jampi kepada orang yang diruqyah.
  2. Jampa-jampi ada yang benar dan ada yang salah, oleh karena itu ada pembatasan berikutnya Ruqyah Syar’iyyah untuk membedakan dengan jampa-jampi yang tidak syar’i.
  3. Ruqyah adalah membaca jampa-jampi disertai tiupan ludah kecil pada orang yang diruqyah
  4. Ruqyah pada asalnya berobat dari penyakit dengan metode jampa-jampi. Tidak harus ruqyah selalu terkait dengan jin dan bagaimana jin keluar dari tubuh manusia yang kesurupan. Disinilah letak kesalahan banyak orang, mengaitkan semua penyakit dengan jin dan kesurupan sehingga muncul pemikiran menyalahkan jin sebagai penyebab sakit, namun tidak mau mengoreksi diri sebagai sebab Allah menurunkan ujian dan sakit. Ini sebagaimana disebutkan ibnul Atsir bisa jadi karena kesurupan jin bisa jadi demam biasa.
  5. Metode ruqyah sangat beragam, selama tidak mengandung kesyirikan dan melanggar syariat maka ruqyah dibolehkan. Ini memahamkan kepada kita, tidak bisa mengatakan satu macam ruqyah saja. Mengingat Rosulullah shalallahu’alaihi wa sallam meruqyah dengan berbagai macam cara.
  6. Inti ruqyah adalah bagaimana kita meminta kesembuhan, perlidungan hanya kepada Allah dan bukan membuat orang yang diruqyah tergantung kepada kita sebagai peruqyah.

Referensi

[1] Kamus Online al-Maani, Dicuplik tanggal 02-12-2023, Pukul 5:59 https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/%D8%B1%D9%82%D9%8A%D8%A9/

[2] Fatwa Islamweb, Dicuplik tanggal 02-12-2023, Pukul 5:59 https://www.islamweb.net/ar/fatwa/4310/%D8%A7%D9%84%D8%B1%D9%82%D9%8A%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%B4%D8%B1%D8%B9%D9%8A%D8%A9

[3] Ibnul Atsir, Majduddin Abu as Sa’aadaat al Mubarak bin Muhammad bin Muhammad asy Syaibani al Jazari (606 H), 1399 H, , Tahqiq Tahqiq Thohir Ahmad az Zawi dan Mahmud Muhammad ath-Thonahi,Beirut, Libanon: Maktabah al-‘Ilmiyyah, Halaman 254

[4] Ibnu Hajar al ‘Asqalani, Ahmad bin ‘Ali (852 H), 1379 H, Fathul Bariy bi Syarhi Shahih al Bukhari, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Takhrij Muhibbuddin al Khathib,Beirut, Libanon : Darul Ma’rifah, Halaman 196

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top